Situs Megalit Tenjolaya Girang (Batu Kujang)
Situs Megalit Tenjolaya Girang atau
masyarakat umum lebih akrab menyebutnya situs batu Jolang atau batu Kujang, terletak
tepat di kaki gunung Salak tepatnya di kampung Tenjolaya Girang Desa Cisaat
Kec. Cicurug Kab. Sukabumi Jawa Barat, secara astronomis terletak di 6
45
dan 106
44’ 39” BT. Area situs dibatasi aliran Sungai
Cisaat disebelah timur sebelah utara berupa lahan pertanian dan Gunung Salak di
sebelah selatan merupakan pertemuan sungai Cisaat dan sungai Cileueur,
disebelah barat areal pesawahan, untuk mencapai situs ini kendaraan roda empat
hanya mampu mencapai kampung terdekat yaitu kampung Tenjolaya, selanjutnya
perjalanan harus ditempuh dengan berjalan kaki atau kendaraan roda dua namun
jika menggunakan kendaraan roda dua akan terasa berat karena rute yang ditempuh
adalah jalanan berbatu dan licin serta jalan setapak, udara diarea situs terasa
sejuk dan cenderung dingin dikarenakan posisi situs ini adalah sekitar 800 M
diatas permukaan laut, areas situs diperkirakan memiliki luas 4000M²
Kondisi situs ini sudah ditata
sebagai situs purbakala yang dilindungi dan dikelola oleh Propinsi Jawa Barat,
dinas kebudayaan dan pariwisata balai pengelolaan kepurbakalaan sejarah .dan
nilai tradisional, Pada situs batu kujang ini terdapat beberapa batu menhir dan
dolmen, yang tersusun pada tiga punden beruundak, jika dilihat dari posisi
situs, bisa disimpulkan pintu gerbang situs berada di selatan ditandai oleh dua
buah batu besar menyerupai pintu gerbang dengan beberpa batu batu besar yang
saling menumpuk, ditahap pertama terdapat beberpa tumpukan batu dolmen kecil
dan manhir manhir kecil yang membentuk seperti kumpulan kujang (Batu Kujang 2)
dan terdapat juga sebuah kolam kecil, di tahap kedua terdapat dua tumpukan batu
dolmen yang lebih besar dari tahap
pertama, di tahap ketiga terdapat sebuah batu dolmen yang pipih berbentuk
seperti kujang dengan ukuran tinggi sekitar 200 Cm dan lebar 50 Cm. di dekatnya
terdapat beberpa dolmen dan mahir kecil serta terdapat pula batu Jolang yang
berbentuk seperti mangkok raksasa untuk menampung air, sekitar 4 meter dari
batu yang berbentuk seperti kujang, bertumpuk pula beberapa dolmen-dolmen kecil
yang di tengahnya terdapat beberpa batu manhir, jika dilihat batu-batu tersebut
seperti membentuk sebuah kuburan. Didekat pintu masuk terdapat pua beberpa
manhir, dan diluar gerbang ada sebuah dolmen dan menhir yang berbentuk seperti
kuburan.
Situs ini dikelola oleh tiga orang
yang saling terikat ikatan keluarga yaitu abah omo sebagai kuncen pertama dari
situs tersebut, yang sekarang digantikan oleh anaknya yaitu pak Wawan dan
dibantu oleh istrinya, menurut pak Wawan penelitian lebih rinci mengenai Situs
ini belum pernah dilakukan oleh badan arkeologi hanya survey-survey saja yang
pernah dilakukan jadi pemaparan mengenai usia batu belum bisa di paparkan
secara gamblang, hanya menurut survey usia batu diperkirakan 2000 tahun sebelum
masehi, lebih tua dari batu tulis yang berada di Bogor, masih minimnya catatan
mengenai batu ini juga mengakibatkan minimnya kunjungan dari masyarakat umum,
pelajar, mahasiswa atau bahkan peneliti dalam satu bulan rata-rata pengunjung
yang datang hanya sekitar 50 orang itu juga didominasi oleh orang-orang yang
berniat untuk ziarah karena mereka mengeramatkan wilayah situs ini, menurut
para peziarah situs ini adalah peninggalan raja pajajaran yaitu prabu
siliwangi. Bagi mereka yang mengeramatkan wilayah situs ini mereka berpendapat
bahwa raja pajajaran pernah berdiam ditempat ini atau sering disebut patilasan,
Dilansir dari Kalangsunda.net kisah
mengenai situs ini adalah, dahulu kala di kaki gunung Salak tersebutlah sebuah
padepokan yang dihuni oleh puluhan resi, selain tempat tinggal, padepokan ini
juga menjadi tempat para pembesar di kerajaan Paran Siliwangi (Cikal bakal
kerajaan Tarauma Negara dan Padjajaran) meminta masukan dan nasehat tentang
urusan Negara. Suatu ketika para resi kedatangan tamu pemimpin para Sang Hyang
yaitu Sang Hyang Nagandini, Sang Hyang Nagandini membawa tiga bayi mungil,
Nagandini bermaksud menitipkan ketiga anaknya itu untuk dididik oleh para Resi
yang bijaksana.
Para Resi menerima permintaan dari
Sanghyang Nagandini kemudian memberikan nama kepada ketiga anak tersebut yaitu
Taji Malela, Surya Kencana, dan Balung Tunggal, kelak ketiga anak itu akan
menurunkan raja-raja yang berkuasa di Padjajaran sementara Sang Hyang Nagandini
meninggalkan monumen pahatan kujang bagi ketiga anaknya, para resi pun membuat
batu Jolang untuk memandikan anak-anak
tersebut
Hingga saat ini tidak banyak bukti
historis yang bisa disajikan baik pemerintah dinas pariwisata Sukabumi atau
para arkeolog.
Pembacaan Situs Tenjolaya Girang
Menurut Jacob Sumardjo Tritangtu
atau azas kesatuan tiga merupakan azas dasar masyrakat sunda lama, azas
demikian itu bukan hanya terdapat di masyrakat sunda tetapi juga di
Minangkabau, Melayu, Sawu, Batak, Itulah pandangan dunia masyarakat peladang.
Azas tritangtu ini mendasari semua cara berpikir masyarakat dalam memamknai
duniannya, cara berpikir, aktivitas dan karya-karya budayannya disusun dalam
hubungan tritangtu yang dapat menjelaskan makna kausalitas keberadaan.
Seperti dalam situs Tenjolaya Girang
yang dibangun oleh masyrakat sunda lampau yang sudah menjadi masyrakat peladang
dimasanya, hal tersebut bisa dilihat dari letak geografis situs, yang berada
dilembah diantara bukit-bukit, bukit-bukit ini dijadkan sebagai tempat menanam
kebutuhan sehari-hari seperti sayur-sayuran dan buah-buahan,
Situs
Ini pun diapait oleh dua suangai yang mengutkan situs ini sebagai kabuyutan
yaitu sungai Cileueur dan Sungai Cisaat, dari wilayah masuk situs ini terdapat
dipertemuan sungai tersebut ditandai oleh dua batu basar yang menyerupai
gerbang kemudaian masuk kedalam area situs yang sudah membentuk tiga
tahapan/umpkan di tahapan pertama terletak beberapa batu mahir, dan batu dolmen
yang di sebut warga sebagai batu kujang dua, di ingkat kedua didominasi oleh
batu manhir, dengan yang memiliki dolmen kecil ditengahnya, di tingkat ketiga
terletak batu dolmen yang besar yaitu batu kujang satu, dan beberpa menhir
kecil serta batu dolmen yang ditidurkan, dan juga ada batu jolang yang bebentuk
seperti mangkuk.
Peta Situs Megalit Tenjolaya Girang
Tiga Umpakan atau tahapan dalam
situs ini sudah menggambarkan tahap satu (paling bawah) adalah rama, tahap
kedua (ditengah) adalah ratu dan tahap ketiga (paling atas) adalah resi, di
tandai dengan batu-batu yang ada ditahapan-tahapan tersebut
Situs
Tenjolaya Girang Komplek Batu Kujang
2. Ratu
|
1. Resi
|
3. Rama
|
Situs Tenjolaya Girang Keseluruhan
1. Batu Kujang (Bawah /
Bumi)
2. Batu
Korsi (Tengah / Bumi )
3. Batu
Garuda Mupuk (Atas / Langit)
Batu
yang terletak di tahap 1 komplek Situs Tenjolaya Girang (Batu Kujang)
Gerbang
Batu Laki-laki
|
Batu Laki-laki
|
Batu Perempuan
|
Batu
Kujang Dua
Tampak
Depan Tampak
Samping
Batu Laki-Laki
|
Batu Laki-Laki
|
Batu Perempuan
|
Di Batu Kujang dua ada posisi
Perempuan yang dilaki-lakikan
Ditahap paling atas di komplek situs
ini, terdapat batu kujang satu atau batu Manhir yang berbentuk kujang, dengan
beberapa manhir yang diposisikan tertidur, menyerupai tempat duduk diantara
batu kujang ini, jika dilihat dengan seksama posisinya, dari batu-batu ini
menyimbolkan tempat pemujaan pada masa lampau, dengan batu kujang sebaga objek
pemujaannya, batu-batu mahhir yang ditiudrkan sebagai tempat duduknya dan Batu Jolang yang berbentuk seperti mangkuk
sebagai penyimpanan air suci, atau tempat untuk membasuh diri sebelum
melaksanakan pemujaan seperti berwudhu dalam agama islam.
Batu Kujang satu sebagai batu
perempuan yang dilaki-lakikan posisinya
|
Batu
manhir yang berada di samping Batu Kujang merupakan batu laki-laki yang diperempuankan
posisinya
|
Tiga
buah batu Manhir yang berada di samping batu kujang memiliki ukuran yang lebih besar batu
laki-laki ini diposisikan menjadi batu perempuan.
|
Batu
Jolang yang berbentuk seperti
mangkuk yang berisi air di tengahnya merupakan batu simbol perempuan
letaknya ada di depan batu kujang.
|
Komplek batu kujang tahap 1 sebagai
resi atau sebagai dunia atas (Langit), memiliki komposisi batu yang lebih
beragam, sebagai tempat paling tinggi dalam komlpek ini, batu-batu ini di
khususkan untuk pemujaan , dilihat dari bentuk batunya dan pemosisianya yang
menjadi paradok adalah banyaknya pemosisian batu perempuan yang dijadikan batu
laki-laki sebagai bentuk kontaradiksi atau penyatuan, namun akan menciptkana
nilai yang berbeda dari paradoks tersebut, menurut Jacob Sumardjo konsep
teritangtu pada dasarnya adalah perkawinan pasangan oposisu segala hal,
pasangan oposisi dasar adalah adalah pembagian laki-laki dan perempuan
perkawinan keduanya menghasilakan lahirnya eksistenti ketiga yaitu anak, anak
ini merupakan dunia abivalen, mengandung unsur laki-laki dan perempuan ini lah dunia tengah yang berfungsi medium
dari dua oposisi, konsep tri tangtu ini terbentuk di Situs Batu Kujang ini,
dengan banyaknya proses pengawinan batu perempuan menjadi batu laki-laki, ini
adalah pembentukan dunia tengah atau dunia keseimbangan, keseimbangan antara
dunia atas dan dunia bawah dunia tengah yaitu dunia manusia.
Komposisi batu di komplek batu
kujang ini memang digunakan orang-orang masa lampau untuk melakukan pemujaan,
dan jika kita menuju ke utara ke gunung salak kita akan menemukan beberapa
tumpukan batu yang merupakan runtutan dari komplek situs megalit tenjolaya
girang, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menguak rahasia di komlplek
situs ini, karena masih banyak batu-batu terkubur yang bersatu dengan
tanaman-tanaman warga yang masih bisa dibaca keberadaannya.
Daftar
Pustaka :
Sumardjo,
Jacob. 2011, Sunda Pola Rasionalitas
Budaya, Bandung: Kelir
www.disparbud.jabarprov.go.id
tanah tahapan kedua dri atas klau qta lompat sperti bergemuruh... Udh di teliti belum di bwah tanhnya ada apa ?
BalasHapus