Selasa, 14 Desember 2010

JAMPE-JAMPE HARUPAT; TEATER CERMIN SUKABUMI; JALINAN ERAT PERMAINAN MASA KECIL DAN PESONA SIMBOLIK

JAMPE-JAMPE HARUPAT; TEATER CERMIN SUKABUMI; JALINAN ERAT PERMAINAN MASA KECIL DAN PESONA SIMBOLIK

Catatan singkat tentang: Jampe-jampe Harupat; Teater Cermin Sukabumi dalam Festival Teater Remaja 2 SMA/SMK sederajat, Jawa Barat 2010 
Teater Cermin membungkus Jampe-jampe Harupat dengan ekspresi dan konvensi estetik simbolisme. Meski bermain simbol tapi pertunjukan ini tidak lantas menjadi ‘gelap’. Pertunjukan ini tampil jernih. Begitu jernihnya Teater Cermin mengolah pentas sehingga penuturan cerita terbaca jelas. Kelompok ini mengolah pentasnya dengan materi dolanan. Panggung hanya di isi dengan latar rumah 2 dimensi. Rumah ini menjadi simbol yang kuat dalam setiap adegan. Rumah ini adalah saksi mati dimana hidup dan kehidupan batin seorang anak di bolak-balik laju jaman. Dolanan/permainan anak-anak yang dijadikan kendaraan pentas Teater Cermin menjadikan laju  pentas berjalan dinamis dan penuh warna.
Dengan berbaju warna-warni para pemain mengisi panggung. Cang Ucang Angge menjadi pembuka pentas ini, dilanjutkan dengan Ucing-Ucingan, Perepet Jahe, Cang Kacang Panjang, kemudian lagu Manuk Dadali. Pada alunan lagu Manuk Dadali para pemain membawa kapal-kapalan dilanjutkan dengan kuda-kudaan. Kreatifitas mengolah bahan dolanan yang popular ini membuat pentas menjadi akrab. Penonton dewasa yang pernah punya pengalaman dengan permainan ini kembali di lempar ke masa lalunya. Yang tidak pernah mengalaminya terheran-heran dengan permainan anak-anak yang unik dan eksotik ini. Musik yang terdiri dari gamelan tradisional sunda dipadankan dengan drum alat pukul modern memberikan suasana dolanan meriah dan menarik.
Adegan yang mengejutkan, muncul pada bagian adegan seorang anak yang kesepian kemudian asyik dengan (プレイステーション,PS (singkatan resmi dari PlayStation, merupakan merek dari serangkaian konsol permainan video yang dibuat dan dikembangkan oleh Sony Computer Entertainment), rumah 2 dimensi yang tadinya berfungsi sebagai latar tempat dolanan, kini jadi layar permainan mobil-mobilan. Sepi hati seorang anak ini melahirkan rasa bosan. Anak yang bosan ini menyatakan kebosanannya dengan memanggil mamanya, dia menangis. Mama datang dengan seragam kerja, tangannya sibuk menyelesaikan make up wajah. Mama membawa boneka besar lalu memberikan pada anaknya yang kesepian dan bosan ini. Boneka ini menjadi sumpal untuk tangisan anak, solusi seorang ibu masa kini, padahal yang di minta si anak adalah cinta bukan boneka.
Si anak lalu bermain boneka dan kuda-kudaan. Adegan ini berhasil memperlihatkan citra problematika anak masa kini, dimana dia tidak mendapatkan cinta dan hanya mendapatkan benda. Dan benda-benda yang jadi alat permainan masa kini menciptakan kurungan penjara. Anak-anak semakin kesepian dan berwatak individual. Berbeda dengan adegan awal yang memperlihatkan permainan sebagai cermin sifat komunal, kerjasama dan gotong royong. Dua adegan ini berhasil memperlihatkan komparasi sekaligus jenjang dramatik sebagai tangga tafsir terhadap adegan selanjutnya. 
Si anak yang bermain boneka dan kuda-kudaan kemudian mengekspresikan rasa kesal dan  kebosanannya dengan menginjak-injak boneka, membantingnya dan menindihnya dengan kuda-kudaan, psikologinya mulai terganggu, sifat kekejaman seorang anak mulai tumbuh. Di atas kuda-kudaan yang menindih boneka, si anak duduk melamun, sepi, lalu rebab mengiringi. Terasa kemudian rebab ini menjadi bermakna ganda, seperti tangisan, sesekali seperti ejekan dari bunyi masa lalu, sebuah wajah dan kenangan masa lalu yang hilang.
Si anak kembali menangis, si ibu datang memarahi anak itu, memberikan uang lalu pergi, muncul anak-anak yang di adegan awal tadi bermain bersama anak yang bosan ini. Mereka semua lalu berjalan membangunkan anak yang menangis, menyeret boneka dengan ekspresi yang pasif lalu mereka semua keluar.
Dari awal sampai adegan ini terjadi pentas Teater Cermin mempunyai pesona yang kuat. Sedikit terjadi diskontuinitas pertunjukan, berawal dari adegan setelah anak-anak keluar menyeret boneka.
Anak-anak datang kembali dengan bermain egrang, keluar masuk panggung, hampir semua anak terlatih bermain egrang, -yang paling mahir adalah anak yang mengenakan kostum berwarna kuning, dia mampu bermain egrang dari yang pendek hingga yang tinggi-. Kemudian adegan dengan lagu Viking Bonek Sama Saja tampak tidak punya koneksi dengan adegan lain atau adegan sebelumnya, selain pesan  tidak boleh mengucapkan “anjing“/berkata kasar.
Setelah ini bangunan cerita nampak sedikit goyah, kiarena tidak jelas ke arah mana cerita ini berjalan. Adegan-adegan selanjutnya menjadi terasa ambigu. Karena permainan egrang yang ditampilkan dan perang antar fans sepakbola yang disandingkan yang membuat tidak jelas ke arah mana kini anak-anak itu menuju. Apakah mereka kembali kepada permainan masa anak-anaknya atau sedang turun terseret di jalanan dan tidak lagi mengenal rumah lalu menjadi kejam dan saling serang?
Meski adegan selanjutnya tidak berhasil menjawab ambiguitas ini, tapi peristiwa saat anak-anak berubah memilih permainan ’toko’ menjadikan alur cerita kembali ke relnya. Pentas kembali berjalan pesat. Adegan-adegan yang ditampilkan hingga adegan penutup kembali mempesona dan padat dengan makna. Di adegan penutup anak-anak ini makin menggila dengan walkman, sementara anak berbaju merah semakin sadar dia kesepian dan kehilangan masa lalunya. Apalagi dengan datangnya si Ibu yang juga menari dengan walkman. Lalu panggung kosong. Adegan ditutup dengan gerombolan kawan si baju merah yang datang kembali namun wujudnya telah menjelma robot.
Naskah ini ditutup dengan adegan yang bagus. Pentas ini sangat berhasil, yang perlu dibenahi sedikit lagi dalam pentas Teater Cermin adalah lebih ketat lagi dalam pemilihan simbol, sebagai cara untuk membuat jalinan adegan  makin terasa kuat. Simbol yang tepat akan menampilkan makna yang tepat, sementara penempatan simbol yang keliru akan menyesatkan. Pemilihan ini menjadi hal yang penting, karena Teater Cermin telah melakukan pilihan komunikasi lewat pernyataan simbol-simbol.
Dalam pentas ini tidak ada aktor yang istimewa, mereka bermain sebagai anak-anak dan tampak tidak berpikir untuk bermain bagus atau berpikir tentang seni peran, mereka semua bermain rata. Ekspresi mereka yang biasa dan tanpa beban justru mampu menampilkan pertunjukan ini tampak seperti dunia keseharian. Juga tidak ada penataan panggung yang istimewa, namun dengan jalan ini maka tampak jampe-jampe harupat seolah telah diperas sehingga yang tersisa hanya yang paling bermakna, paling inti, esensi. Yang istimewa dalam pentas ini adalah penataan musik, para pemain yang berjumlah banyak serta alat musik yang lengkap ditambah dengan kemampuan memainkan alat-alat musik dan menakar volume yang baik membuat musik tampil lengkap sebagai, ilustrasi, efek dramatik dan keindahan nada.
Pertunjukan ini telah melampaui naskahnya itu sendiri yang tidak begitu bagus. Secara unity, tafsir, kreatifitas, teknis, musik dan artistik dari pentas ini berhasil.
 (“Pementasan Terbaik 1” pada Festival Teater Remaja 2 tahun 2010 di GK. Sunan Ambu STSI Bandung yang diselenggarakan oleh Keluarga Mahasiswa Teater STSI Bandung dan G-Art Organizer.)
Irwan Jamal, Penulis Naskah, Sutradara dan Aktor Pabrik Teater.

teater cermin di FTR Jabar 2010

http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?kd_sup=13&date=2010-12-12

Rabu, 10 November 2010

Dia dan Aku

kau bisa menjadi sahabat namun terkadang kau menjadi musuhku
kau buat aku dan ibuku menangis
kau ciptakan cerita baru dan berikan isyarat yang tak pernah aku tahu
aku manusia biasa
yang
berteman dengan dia ...
wanita persimpangan jalan .

DIKLAT CATUR WIRA


Rabu, 22 September 2010

Tradisi sunda


Dalam ajaran Sunda Wiwitan penyampaian doa dilakukan melalui nyanyian pantun dan kidung serta gerak tarian. Tradisi ini dapat dilihat dari upacara syukuran panen padi dan perayaan pergantian tahun yang berdasarkan pada penanggalan Sunda yang dikenal dengan nama Perayaan sereun taun. Di berbagai tempat di Jawa Barat, Seren Taun selalu berlangsung meriah dan dihadiri oleh ribuan orang. Perayaan Seren Taun dapat ditemukan di beberapa desa seperti di kanekes, lebak, banten; Ciptagelar Kasepuhan Banten Kidul, cisolok, Sukabumi;kampung naga; dan cigugur, kuningan . Di Cigugur, Kuningan sendiri, satu daerah yang masih memegang teguh budaya Sunda, mereka yang ikut merayakan Seren Taun ini datang dari berbagai penjuru negeri.
Meskipun sudah terjadi inkulturasi dan banyak orang Sunda yang memeluk agama-agama di luar Sunda Wiwitan, paham dan adat yang telah diajarkan oleh agama ini masih tetap dijadikan penuntun di dalam kehidupan orang-orang Sunda. 
wikipedia 

reog


Kesenian reog menggunakan dogdog (gendang) yang ditabuh, diiringi oleh gerak tari yang lucu dan lawak oleh para pemainnya. Biasanya disampaikan dengan pesan-pesan sosial dan keagamaan. Kesenian reog dimainkan oleh empat orang, yaitu seorang dalang yang mengendalikan permainan, wakilnya dan ditambah oleh dua orang lagi sebagai pembantu. Dalang memainkan dogdog berukuran 20 cm yang disebut dogdog Tilingtingtit. Wakilnya memegang dogdog yang berukuran 25 cm yang disebut Panempas, pemain ketiga menggunakan dogdog ukuran 30-35 cm yang disebut Bangbrang dan pemain keempat memegang dogdog ukuran 45 cm yang disebut Badublag.
Lama permainannya berkisar antara satu sampai satu setengah jam. Untuk lagu-lagunya ada pula penabuh waditra dengan perlengkapan misalnya dua buah saron, gendang, rebab, goong, gambang dll. yang berfungsi sebagai pengiring lagu-lagunya sebagai selingan atau pelengkap.
Reog yang sekarang memang beda dengan reog zaman dahulu, sedikit sudah dikembangkan terlihat dari jumlah personil dan alat musik yang dipakai. Alat musik yang di pakai pada Reog adalah Reog atau ada yang nyebut dogdog atau ogel yang terdiri dari Dalang, Wakil, Beungbreung, Gudubrag, dan Kecrek (markis), alat musik pengiring Reog biasanya kendang, goong, torompet dan kacapi. Pada Reog hasil pengembangan biasanya di tambah alat musik keyboard dan gitar  

pertanyaan ??

kemana manusia tidur??
kemarin aku berbincang bersama ibu tidur
aku bertanya
apa kau tak takut matahari meninggalkanmu ??
hanya satu malam aku bisa melihatmu dibawah payung
namun tangan kiri mu menghibaskan air mata
apa kau pernah bertanya pada para pemimpin hatimu
dosa saat kau tertidur .
serta apa yang akan terjadi ketika jati dirimu tercampur dengan paham-paham kontemporer
created 
ad 

Rabu, 01 September 2010



                                         "KAMI MASIH CINTA BAHASA SUNDA"

Kamis 7 Januari 2010
Ada yang sedikit berbeda disela latihan para anggota Teater cermin SMAN 1 Cicurug  Sukabumi, karena hari ini  mereka terlihat berlatih di  Kebun Raya Bogor, tidak seperti biasanya mereka berlatih di area gedung Sekolah SMA Negeri 1 Cicurug Jalan Koramil Cicurug Sukabumi, mungkin tahapan latihan ini adalah sedikit modifikasi yang dilakukan pelatihnya yang mencoba menghilangkan kepenatan berlatih di sekolah sembari mengisi libur semester sekolah yang berlangsung selama dua minggu, tahapan yang dilakukan oleh teater cermin ini adalah bagian latihan untuk mengikuti Festival Drama Bahasa Sunda XI (FDBS) yang akan di selenggarakan di Gedung Kesenian Rumentang Siang Bandung, pada tanggal 23 Februari sampai 23 Maret 2010. Festival drama ini merupakan festival Drama tingkat Jawa barat atau mungkin Nasional Yang menampilkan Drama-drama berbahasa sunda, Hal yang dilakukan oleh sebagian remaja kreatif ini bisa sedikit membanggakan hati karena seperti yang kita ketahui penggunaan bahasa sunda dikalangan remaja sudah sangat menghawatirkan, penggunan bahasa sunda di masyarakat jawa barat khususnya kaum muda yaitu remaja kian berkurang, hal itu merupakan dampak dari moderenisasi, remaja saat ini lebih senang dan lebih bangga menggunakan bahasa Indonesia atau lebih tepatnya bahasa gaul, karna ejaan bahasa Indonesia yang di gunakannya-pun sudah simpang siur, seperti penggunaan kata "elu" atau gue" lebih sering terucap dari mulut para remaja sunda, mereka sudah terasa enggan menggunakan kata "anjeun" atau "abdi", karena orang yang menggunakan bahasa sunda dianggap kuno atau kampungan, hal itu terasa miris terdengar, hal ini bisa mengakibatkan kepunahan bahasa sunda dimasa yang akan datang,
"kami masih cinta bahasa sunda" ungkap gadis yang berperawakan kecil bernama Maria yang merupakan ketua dari teater cermin, ketika ditanya mengapa ia berminat mengikuti Festival Drama bahasa sunda ini. Dia juga berperan sebagai Demlon (seorang PSK) dalam naskah yang berjudul "Cukang" karya Dadan Sutisna, karena naskah inilah yang akan dipentaskan nanti di Bandung, semangat para anggota teater cermin ini perlu diacungi jempol. Saat berlatih secara tidak langsung mereka mempelajari bahasa sunda karna dalam dialog semua menggunakana bahasa sunda, di Festival yang diadakan dua tahun sekali ini Teater cermin sudah kali keduanya mengikuti festival ini, di tahun 2007 teater cermin adalah wakil satu-satunya dari Kabupaten Sukabumi yang mengikuti festival ini, dukungan dari sekolah dan keingiinan yang kuat dari pelatih serta para anggota teater cerminlah yang membuat semangat mereka tak pernah padam untuk mengikuti Festival Drama bahasa sunda ini, walaupun tidak sedikit biaya yang harus dikeluarkan pihak sekolah  untuk megikuti gelaraan festival yang sempat masuk rekor muri di tahun 2008 untuk Festival drama berpeserta terbanyak dan pelaksanaan terlama. Dalam naskah "Cukang" yang menceritakan tentang kebingungan orang-orang nanti di padang mahsyar yang di gambarkan dengan situasi masa kini, akan berkolaborasi pula dengan seni tari dan musik gamelan (karawitan) yang keseluruhannya di permainkan oleh siswa siswi SMA Negeri 1 Cicurug, ini merupakan perwujudan bahwa sebagian dari para remaja sunda masih mencinta bahasa daerahnya dan kesenian daerahnya, hal ini tentunya harus diberikan dukungan oleh  pemerintaha dan masyarakat agar semuanya terlaksana dengan baik, penggunaan bahasa sunda harus di tanamkan sejak dini oleh orang tua kepada anak-anaknya agar kelak anak-anak itu terbiasa mengunakan bahasa sunda, dan sekolah sebagai lembaga pendidikan haruslah ikut serta dalam pengembangan dan peningkatan bahasa serta kesenian sunda agar bahasa dan kesenian kebanggaan tanah parahyangan ini tidak punah.


Achmad Dayari
Mahasiswa jurusan bahasa dan sastra Indonesia
Fakultas keguruan dan ilmu pendidikan
Universitas Pakuan Bogor

Selasa, 31 Agustus 2010

apa yang terjadi ??

kemana suara adzan yang kemarin lewat ditelinga tuhan ?
kemana mereka ketika penulis memberikan buku usang ?
aku selalu melihat penari itu,
penari yang membawa payung serta anak manis yang sedang belajar melukis
aku bertanya kepada ibunya
apakah anak ini akan memilih takdirnya ?
ataukah takdir yang akan memilihnya
apa kau akan berikan pilihan kepada anakmu ??
pilihan yang meberikan tekanan halus dalam dimensi khayalannya .
ow..ow...ow...
rupanya kau tak bisa menjawab,
kemana nyalimu wanita dewasa
kau biarkan dia melukis setelah besar kau relakan anakmu dijual demi harta tanpa kesenangan.
 created 
ahong ( ade suhanda )

Budaya Sunda

Budaya Sunda dikenal dengan budaya yang sangat menjujung tinggi sopan santun. Pada umumnya karakter masyarakat sunda, ramah tamah (someah), murah senyum, lemah lembut, dan sangat menghormati orangtua. Itulah cermin budaya dan kultur masyarakat sunda. Di dalam bahasa Sunda diajarkan bagaimana menggunakan bahasa halus untuk orang tua.
(wikipedia indonesia @2010)