Tentang Eleagi musim panas
Membaca dalam
rangka mencoba untuk memahami lakon elegi musim panas karya candra kuda pawana
seperti cermin dalam kesendirian yang menggantung dalam kesendirian, pada saat
tubuh kita disetubuhi rumput liar sementara orang- orang sibuk diluar dengan
berjuta aktivitasnya seakan mengasingkan , aku begitu tergoda, sedikit keberanian yang boleh jadi sangat diipaksakan,
memaksa kita untuk berdiri dihadapan cermin, kejujuranpun datang dan berkata
kita sedang “sakit” terasa pahit bagi kita untuk memandangnya. Maka, seandainya
refleksi diri ini berhasil mengatasi kebisuan “dunia batin” dengan segenap
perlambangan visual dan non visual serta estitika yang tersimpan dalam setiap
lakon, sesunguhnya lakon adalah cerminan
sosial bagi lingkunganya.
Kelopak metafora
dari untaian kata-kata sastra, nyatalah bahwa intens dan teolog sebuah lakon semestinya
menukik tajam kearah penyingkapan hingga lapis-lapis paling dalam akan makna
kebenaran dimana didalamnya manusia menjadi pelaku yang sebenarnya dengan
segenap keagungan deritanya, diatas kebun obyektif yang dibumbui subyektivitas.
Elegi musim panas karya Candra kudapawana, membawa
kita pada memori romansa yang halus dan penuh keuinikan namun diringi emosi
beralaskan sandiwara, manusia pada zaman sekarang ini telah sejak lama
mengalami revolusi oleh kesadaran palsu
yang meyelimuti seluruh esensi dari realitas sosial melalui proses ide secara
besar-besaran dan menjadikan manusia tak ubahnya seonggok materi tanpa jiwa,
tanpa perasaan, pemberhalaan total terhadap materi itu terbukti pada prilaku
niki yang menjadi salah satu aktor antagonis, yang bisa mengetepikan pada
perubahaan budaya yang mengakibatkan
manusia masuk kedalam kubangan segala macam kemunafikan, keterpecahaan
kepribadiaan keserakahan, ambisi yang menghalalkan segala cara, Niki tidak mengalami
dirinya sebagai pengemban aktif kekuatan-kekuatan miliknya namun melainkan
sebagai “benda” yang miskin dan tergantung pada kekuatan diluar dirinya, Niki menjadi korban eksklusif yang mengatasnamakan nafsunya untuk
memburu uang dan termakan oleh ambisi-ambisi materi. Dalam naskah ini sudah
jelas uang telah menjadi berhala yang disembah sebagai proyeksi dari salah satu
kekuatan yang terpisah dari dalam di dirinya, yakni kerasukan Niki pada naskah ini hingga
melacurkan harga dirinya.
ADE SUHANDA
ANGGOTA BUMI SANDIWARA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahka masukan komentar anda!