Eleagi Musim Panas
Membaca dalam rangka mencoba untuk memahami
lakon elegi musim panas karya candra kuda pawana seperti cermin dalam
kesendirian yang menggantung dalam kesendirian, pada saat tubuh kita disetubuhi
rumput liar sementara orang- orang sibuk diluar dengan berjuta aktivitasnya
seakan mengasingkan , aku begitu tergoda, sedikit keberanian yang boleh jadi sangat diipaksakan,
memaksa kita untuk berdiri dihadapan cermin, kejujuranpun datang dan berkata
kita sedang “sakit” terasa pahit bagi kita untuk memandangnya. Maka, seandainya
refleksi diri ini berhasil mengatasi kebisuan “dunia batin” dengan segenap
perlambangan visual dan non visual serta estitika yang tersimpan dalam setiap
lakon, sesunguhnya lakon adalah cerminan
sosial bagi lingkunganya.
Kelopak metafora dari untaian kata-kata
satstra, nyatalah bahwa intens dan teolog sebuah lakon semestinya menukik tajam
kearah penyingkapan hingga lapis-lapis paling dalam akan makna kebenaran dimana
didalamnya manusia menjadi pelaku yang sebenarnya dengan segenap keagungan
deritanya, diatas kebun obyektif yang dibumbui subyektivitas.
Elegy musim panas karya candra kuda pawana,
membawa kita pada memori romansa yang halus dan penuh keuinikan namun diringi
emosi beralaskan sandiwara, manusia pada zaman sekarang ini telah sejak lama
mengalami revolusi oleh kesadaran palsu
yang meyelimuti seluruh esensi dari realitas sosial melalui proses ide secara
besar-besaran dan menjadikan manusia tak ubahnya seonggok materi tanpa jiwa,
tanpa perasaan, pemberhalaan total terhadap materi itu terbukti pada prilaku
niki yang menjadi salah satu aktor antagonis, yang bisa mengetepikan pada
perubahaan budaya yang mengakibatkan
manusia masuk kedalam kubangan segala macam kemunafikan, keterpecahaan
kepribadiaan keserakahan, ambisi yang menghalalkan segala cara, niki tidak
mengalami dirinya sebagai pengemban aktif kekuatan-kekuatan miliknya namun
melainkan sebagai “benda” yang miskin dan tergantung pada kekuatan diluar
dirinya, niki menjadi korban eksklusif
yang mengatasnamakan nafsunya untuk memburu uang dan termakan oleh
ambisi-ambisi materi. Dalam naskah ini sudah jelas uang telah menjadi berhala
yang disembah sebagai proyeksi dari salah satu kekuatan yang terpisah dari
dalam di dirinya, yakni kerasukan niki pada naskah ini hingga melacurkan harga
dirinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahka masukan komentar anda!