Dedaunan Terakhir Membaca Panggung Kenyataan
(Catatan Persiapan Pertunjukan Dedaunan
Terakhir oleh Teater Cermin di Festival Teater Remaja 4)
Berita ditelevisi hari ini sama
seperti hari-hari kemarin yaitu berita bencana alam dinegeri yang kaya akan sumber
daya alamnya ini, Sinabung, Kelud, banjir Jakarta, banjir Pantura, longsor dll,
kerusakan alam dinegeri ini yang diakibatkan oleh manusia menjadi tontonan yang
biasa di televisi atau dilingkungan sendiri, padahal ini merupakan ancaman
luarbiasa untuk planet paling biru di bima sakti ini. Manusia sebagai
maklukhidup paling sempurna di Bumi adalah factor penting bagi terawat atau
rusaknya pelanet ini, namun pada nyatanya demi keserakahan, harta, dan kejayaan
di dunia, manusia menjadi makluk paling menakutkan di dunia, manusia acapkali
sibuk mengurusi kebutuhannya tanpa memikirkan kebutuhan alam itu sendiri.
Sedikit
pemaparan dalam paragrap pertama sejalan dengan pemikiran saya dalam menggarap
naskah teater yang berjudul “Dedaunan terakhir”, naskah ini mengajak penonton
yang keseluruhannya adalah manusia untuk menyadari bahwa dirinya mungkin adalah
bagian dari manusia-manusia yang merusak alam, merakalah yang mengakibatkan
pemanasan global meraja rela namun dalam “Dedaunan Terakhir” saya menciptakan
tokoh-tokoh Ririwa yang bukan
manusia, mereka adalah sejenis siluman atau karuhun penghuni hutan yang saya
gambarkan mereka sebagai prajurit-prajurit penjaga hutan Nyalindung, dan saya
juga menuliskan tokoh-tokoh manusia yang siap merusak hutan, membangunya menjadi
gedung bertingkat atau apartemen,
Istilah
hutan larangan dalam mitos orang orang primordial adalah mitos yang begitu
dahsyat sebagi benteng untuk untuk menjaga kelestarian hutan atau alam atau
mungkin ini semua bukan mitos namun ini merupakan strategi berpikir manusia
pada masa dulu untuk menjaga hutannya dari kerusakan karena mereka mampu
membaca masa depan, mereka tahu akan terjadi kerusakan yang maha dahsyat
terhadap hutan atau alam, Dedaunan terakhir pula ingin mengajak manusia untuk
mengingat itu semua, dalam adegan-adegannya perjuangan Ririwa ditampilkan begitu semangat untuk menjaga hutannya, karena
mereka tidak pernah ingin pergi dari hutannya, mereka ingin berada disana
selamanya, tapi pada kenyataannya manusia malah ingin merusaknya demi kepuasan
dirinya sendiri.
Naskah
ini akan dipertunjukan oleh teater cermin di Festival Teater Pelajar (FTR) yang
ke 4 di Gedung Kesenian Sunan Ambu Bandung pada tanggal 30 Maret 2013, ini merupakan
pertunjukan kedua dari “Dedaunan Terakhir” setelah sebelumnya pernah
dipertunjukan di dalam acara Festival Seni Teater dan Kabaret Teater Epigonen
di Gedung Juang Sukabumi pada tahun 2011 namun kali ini dipertunjukan dengan
konsep berbeda. Sudah hampir 2 bulan naskah ini diproses oleh teater cermin
hingga sampai pada pertunjukannya nanti, ini adalah kali ke tiga cermin
mengikuti helaran FTR dengan kekuatan amunisinya yang baru, aktor-aktor dari
kelas X dan XI, dalam penggarapannya cermin berusaha dengan baik dengan durasi
latihan 3 hari dalam satu minggu, cermin terus berusaha menampilkan yang
terbaik untuk karya-karyanya, sehingga almamaternya SMAN 1 Cicurug bisa bangga
pada teater cermin, pada kesempatan kali ini cermin tetap menjadi wakil
satu-satunya dari kota dan kab. Sukabumi setelah di tahun 2010 dan 2012 cermin
mengikuti FTR sendiri tanpa saudara dari teater sekolah di Kota Kab Sukabumi.
Semoga 2014 kembali menjadi tahun yang menyenangkan seperti tahun-tahun
sebelumnya.
Achmad
Dayari
Penulis naskah/Sutradara
23 Februari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahka masukan komentar anda!